Slovakia Country: 2013

Senin, 22 Juli 2013

Gunung Dengan Puncak Tertinggi di Jawa Timur

Gunung tertinggi di Jawa Timur, Anda ingin tahu profil gunung-gunung yang punya ketinggian yang fantastis. 

1. Gunung Semeru (Mahameru)
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/1/12/Semeru.jpg
Gunung Semeru atau Sumeru adalah gunung berapi tertinggi di Pulau Jawa, dengan puncaknya Mahameru, 3.676 meter dari permukaan laut (mdpl). Kawah di puncak Gunung Semeru dikenal dengan nama Jonggring Saloko. Semeru mempunyai kawasan hutan Dipterokarp Bukit, hutan Dipterokarp Atas, hutan Montane, dan Hutan Ericaceous atau hutan gunung. Posisi gunung ini terletak di antara wilayah administrasi Kabupaten Malang dan Lumajang, dengan posisi geografis antara 8°06' LS dan 120°55' BT. Pada tahun 1913 dan 1946 Kawah Jonggring Saloka memiliki kubah dengan ketinggian 3.744,8 M hingga akhir November 1973. Disebelah selatan, kubah ini mendobrak tepi kawah menyebabkan aliran lava mengarah ke sisi selatan meliputi daerah Pronojiwo dan Candipuro di Lumajang.

2. Gunung Arjuna

Daftar Pustaka :
http://id.wikipedia.org/wiki/Semeru

Minggu, 21 Juli 2013

Visit Lamongan - Batu Fosil Daun Jati Yang Unik Di Lamongan

Daun jati pada umumnya tak bisa bertahan lama karena mudah hancur akibat  proses pengeringan dan pelapukan.

Tetapi berbeda halnya dengan daun jati yang ada di daerah Lamongan - Jawa Timur ini.
Selain mampu bertahan selama jutaan tahun lamanya dengan menjadi fosil, detail daun jati itu juga tergambar dengan sangat jelas.

Di permukaan batu itu tampak lekukan dan tulang daunnya. Bentuk dan ukurannnya juga seperti daun jati yang masih utuh dan segar.

Selain batu fosil daun jati, juga ada bebatuan fosil lainnya yang unik dan menarik.

Batu fosil daun jati itu merupakan salah satu koleksi bebatuan yang dipajang di wahana Gem Stone Gallery di Zoo Merupakan satu diantara bebatuan yang sangat indah. Berdampingan dengan fosil daun jati ini ada fosil batu kura-kura.
Sayang batu fosil yang satu ini kurang begitu jelas bentuknya selain bentuk kepala kura-kura yang sedikit  menonjol keluar dari tempurungnya.



  Koleksi lainnya berupa batu fosil ikan,  kerang dan keong purba.

Untuk fosil batu kerangnya yang mengkilap dan berkilauan terkena pendaran cahaya  itu ada yang berukuran cukup besar yakni lebih besar dari ukuran piring makan.
Ada juga fosil keong yang bentuknya bergelung seperti sanggul rambut wanita.
Fosil hewan purba lainnya adalah  hewan Trilobite.

Trilobite adalah salah satu species terbesar yang pernah hidup pada masa Cambropallas dan Cambrian sekitar 535 juta tahun yang lalu.
Pada masa itu terjadi lonjakan kehidupan di lauk termasuk binatang invertebrata dan binatang dengan cangkang keras.
 
Trilobite adalah jenis binatang berbuku-buku ( Segmented Creature) yang terlihat jelas pada bagian bawah tubuhnya.
Yang menarik, ada fosil hewan purba lainnya yang berupa gigi hewan Mossaur yang berusia 165 juta tahun.
 
  Fosil dengan 5 gigi taring pada geraham itu ditemukan di daerah Tauox - Maroko. 
Fosil serupa ditempatkan di sampingnya. Tetapi fosil itu hanya berupa 1 buah gigi taring yang tajam.



Untuk koleksi berikutnya berupa fosil kayu Tectona Grandis yang berasal dari daerah Banten - Jawa Barat dan usianya sekitar 7.500 tahun.
______________________________ 
Ada juga fosil kayu lainnya yaitu Swietenia Macrophylla yang juga berasal dari Banten dan berusia sekitar 2500 tahun.

Keberadaan koleksi bebatuan fosil itu walau tampak sederhana tetapi merupakan hal yang menarik untuk Anda simak jika berkunjung ke galeri yang menyimpan bebatuan indah ini.

Visit Lamaongan - PINGITAN PENGANTIN DI DESA MADURAN LAMONGAN

BAB I
PENDAHULUAN
       1.1  Latar Belakang
Pernikahan merupakan pintu gerbang untuk memasuki kehidupan baru yang sah menurut kaca mata agama islam bagi pria dan wanita. Pernikahan bagi masyarakat jawa sendiri diyakini sebagai sesuatu yang sakral, sehingga diharapkan dalam menjalaninya cukup sekali dalam seumur hidup.[1] Kebiasan dan budaya memang tidak pernah lepas dari kehidupan masyarakat disamping berhubungan orang lain, masyarakat juga berhubungan dengan namanya budaya. Hubungan ini tidak dapat dipisahkan karena budaya itu sendiri tumbuh dan berkembang didalam ruang lingkup kehidupan masyarakat. Tiap masyarakat pasti punya tradisi atau budaya sendiri-sendiri. Adapun tradisi yang sebagian dilakukan oleh masyarakat Ds. Maduran Kec. Maduran Kab. Lamongan sebelum dilangsungkannya perkawinan  untuk mengusir ketakutan dan kekhawatiran sebelum menuju jenjang perkawinan adalah memingit mempelai sebelum hari H. Pingitan adalah proses mempersiapkan diri mempelai untuk memasuki dunia yang bernama Rumah Tangga. Masa-masa menjelang pernikahan merupakan masa kritis bagi calon mempelai. Maka dari itu calon mempelai dilarang kemana-mana, maksudnya adalah agar pengantin aman terpantau dan segar bugar. Peneliti pun menentukan judul yang sesuai yaitu “ TRADISI PINGITAN DI DESA MADURAN KAB. LAMONGAN “.



        1.2  Rumusan Masalah
a.       Apa pengertian pingit pengantin ?
b.      Bagaimana prosesi “pingit pengantin” yang dilakukan oleh masyarakat Desa Maduran ?
c.       Bagaimana pandangan masyarakat Desa Maduran terhadap “pingit pengantin”?
        1.3  Tujuan Penelitian
-          Untuk mengetahui prosesi pingit pengantin itu sendiri
-          Untuk mengetahui pandangan masyarakat terhadap pingit pengantin
-          Untuk menyingkapi hal-hal dimasyarakat terhadap realitas kultur yang berkaitan dengan ajaran islam.
           1.4  Sistematika Penulisan
Sistematika pembahasan adalah serangkaian urutan yang terdiri dari beberapa uraian yang mengenai suatu pembahasan dalam karangan ilmiah atau penelitian. Berkaitan dengan penelitian ini, secara keseluruhan dalam pembahasan terdiri dari empat bab :
BAB I PENDAHULUAN,  dalam bab ini akan dijelaskan secara singkat tentang tradisi “pingit pengantin” yang berada di Desa Maduran Kecamatan Maduran Kabupaten Lamongan. Latar belakang ini berguna untuk memberikan gambaran kepada pembaca dan memberikan penilain tentang objek penelitian layak untuk diteliti atau tidak. Setelah itu memberikan gambaran lewat pertanyaan – pertanyaan yang tidak terlepas dari esensi judul dan ini dinamakan Rumusan Masalah. Setelah itu menjelaskan tentang Tujuan Penelitian, hal ini dimaksudkan agar dalam melakukan penelitian, penelit tidak terlepas apa yang ditujukan sebelumnya dan Tujuan Penelitian ini juga tidak terlepas pada Rumusan Masalah.
BAB II KERANGKA TEORI, dalam bab ini akan dijelaskan secara mendalam tentang tradisi “pingit pengantin” tersebut. Dimana akan dijelaskan definisi “pingit pengantin”, prosesi “pingit pengantin”, islam dan tradisi terseebut. Semua pembahasan ini berlandaskan teori yang ada.
BAB III PEMBAHASAN/ LAPORAN HASIL OBSERVASI, dalam bab ini berisikan laporan hasil penelitian, untuk mencapai hasil yang sempurna maka penulis akan menjelaskan tentang hasil observasi tersebut yang mana berisikan tentang Sejarah Desa, Sejarah Asal Usul Kebudayaan, Mitos yang Berkembang pada tradisi tersebut dan Penyajian Data yang berisikan prosesi pingit pengantin dari daerah tersebut.
BAB IV PENUTUP, merupakan rangkaian akhir dari sebuah penelitian. Pada bab ini berisikan kesimpulan dan saran. Kesimpulan dimaksudkan sebagai hasil akhir dan perbandingan dari penelitian itu sendiri. Sedangkan saran merupakan harapan penulis kepada semua pihak agar penelitian yang dilakukan penulis dapat memberikan kontribusi yang maksimal serta sebagai masukan bagi akademisi.

BAB II
KERANGKA TEORI
2.1  Pengertian Pingit Pengantin
Sengkeran atau Pingitan adalah proses mempersiapkan diri mempelai untuk memasuki sebuah dunia yang bernama rumah tangga. Dipingit adalah istilah yang diterapkan pada calon pengantin agar tidak kemana-mana maksudnya adalah agar calon pengatin aman dan segar bugar. Pada dasarnya pingit pengantin itu sama antara daerah satu dengan daerah yang lain, namun pada pelaksanaannya saja yang berbeda.

2.2  Prosesi Pingit Pengantin Didaerah Lain
Prosesi tradisi pingit pengantin di daerah – daerah lain mungkin ada kesamaan dan mungkin juga ada perbedaan. Disini peneliti meberikan kemudahan kepada pemabaca untuk membandingkan antara prosesi dari daerah satu dengan daerah yang lainnya, yang antara lain :
a.       Proses Pingit Pengantin Adat Minahasa
Proses pingit pengantin adat yang selama ini dilakukan di tanah Minahasa telah mengalami penyesuaian seiring dengan perkembangan jaman. Misalnya ketika proses perawatan calon pengantin serta acara "Posanan" (Pingitan) tidak lagi dilakukan sebulan sebelum perkawinan, tapi sehari sebelum perkawinan pada saat "Malam Gagaren" atau malam muda-mudi. Acara mandi di pancuran air saat ini jelas tidak dapat dilaksanakan lagi, karena tidak ada lagi pancuran air di kota-kota besar. Yang dapat dilakukan saat ini adalah mandi adat "Lumelek" (menginjak batu) dan "Bacoho" karena dilakukan di kamar mandi di rumah calon pengantin. Itu semua merupakan perawatan yang di lakukan disaat calon pengantin melakukan tradisi pingit pengantin.
b.      Proses Pingit Pengantin Kab. Blitar
Tradisi kebudayaan yang masih hidup sampai sekarang yaitu tradisi pingit pengantin yang mana merupakan rangkaian prosesi pernikahan adat jawa. Tradisi ini terdapat di Ds. Gogo Deso Kec. Kanigoro Kab. Blitar. Dimana yang sudah ditemukan pada penelitian sebelumnya menunjukan bahwa tidak semua tata cara ini sesuai dengan islam, misalnya : ada tahap peningset, sasrahan dan acara siraman disaat pingit pengantin tersebut.
c.       Prosesi Pingit Pengantin di Solo
Saat-saat menjelang perkawinan, bagi calon mempelai putri dilakukan 'pingitan' atau 'sengkeran' selama lima hari, yang ada pada perkembangan selanjutnya hanya cukup tiga hari saja. Selama itu calon mempelai putri dilarang keluar rumah dan tidak boleh bertemu dengan calon  mempelai putra. Seluruh tubuh pengantin putri dilulur dengan ramu-ramuan, dan dianjurkan pula berpuasa. Tujuannya agar pada saat jadi pengantin nanti, mempelai putri tampil cantik sehingga membuat pangling orang yang menyaksikannya.
d.      Prosesi Pingit Pengantin di Betawi (Jakarta)
Sebelum diadakan akad nikah secara adat, terlebih dahulu harus dilakukan rangkaian pra-akad nikah yang terdiri dari : Acara mandiin calon pengatin wanita yang dilakukan sehari sebelum akad nikah. Biasanya, sebelum acara siraman dimulai, mempelai wanita dipingit dulu selama sebulan oleh dukun manten atau tukang kembang. Pada masa pingitan itu, mempelai wanita akan dilulur dan berpuasa selama seminggu agar pernikahannya kelak berjalan lancar.

2.3 Islam Dan Tradisi Pingit Pengantin
Manusia diciptakan didunia disertai kebutuhan-kebutuhan yang harus dipenuhi. Diantaranya yaitu kebutuhan biologis. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, manusia diciptakan secara berpasang-pasangan. Hal ini tercantum pada surat Adz Dzariyaat ayat 49 :
" Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah "
Allah telah menciptakan semua yang ada dibumi dengan berpasang-pasangan. Selayaknya laki – laki dan perempuan yang melakukan suatu prosesi pernikahan dan menjadi suami istri yang sah. Hubungan yang paling penting dalam kehidupan manusia, baik secara individu maupun kolektif adalah hubungan suami istri. Hubungan ekonomi, politik atau social senantiasa terbangun atas dasar hubungan ini karena hubungan suami istri merupakan inti dari semua bentuk hubungan. [2]
Islam adalah agama yang sempurna. Agama islam banyak mengatur syariat dalam kehidupan. Seperti halnya pernikahan yang dimana merupakan prosesi suci yang dilakukan oleh hamba Allah. Perkawinan merupakan sebuah fase peralihan kehidupan manusia dari masa remaja dan masa muda ke masa berkeluarga. Peristiwa tersebut sangatlah penting dalam proses intergrasi diri manusia di dalam alam semesta ini. Perkawinan merupakan cara yang  dipilih Allah sebagai jalan bagi manusia untuk melakukan hubungan seksual secara sah antara laki-laki dan perempuan serta cara untuk mempertahankan keturunan.[3]
Islam sudah mengatur semua itu agar kehidupan masyarakat menjadi tentram.[4] Pada prinsipnya perkawinan adalah ikatan lahir dan batin antara seorang laki-laki dan perempuan untuk memenuhi tujuan hidup berumah tangga sebagai suami istri yang dengan memenuhi syarat dan ruang yang telah ditentukan oleh syariat islam.[5] Tujuan pernikahan itu sendiri adalah untuk menciptakan ketentraman dan ketenangan, untuk memperoleh ketenangan, untuk memenuhi kebutuhan biologis dan untuk memperkokoh hubungan kelurga antar mertua dan masyarakat sekitar.[6]
Disinilah harus ditanamkan rasa saling menghargai, mengasihi, menyayangi, keikhlasan serta pengorbanan antara suami dan istri untuk mencapai tujuan tersebut. Suami dan istri mempunyai peranan dasar yang harus mereka jalankan. Tak ada seorang pun yang dapat melaksanakannya kecuali mereka sendiri. Keduanya harus saling berbagi dan saling melengkapi antara satu dengan yang lain.[7] Pernikahan di Indonesia sangat beragam dan tiap masyarakat pasti punya tradisi atau budaya sendiri-sendiri. Seperti halnya sebelum pernikahan ada sebuah tradisi yang biasanya dilakukan yaitu pingit pengantin. Dimana pingit pengantin ini bertujuan untuk mempersiapkan calon pengantin pengantin untuk memasuki dunia baru yang dinamakan rumah tangga. Seperti apa yang Allah jelaskan dalam Al-Qur’an pada surat Al-Ahzab (33) :
 “ Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, Hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya ”.
Wanita dalam pingitan menunjukkan kemuliaan dan kesucian. Terdapat dalam sejarah dari dulu hingga kemudian. Dalam pingitan malu menjadi hiasan. Wajarlah bila ia menjadi primadona dan dambaan. Bukankah Allah ciptakan bidadari surga dalam pingitan. Pingitan sendiri sangat dianjurkan islam dan itu sudah ada dalam Al-Qur’an.


BAB III
PEMBAHASAN/ LAPORAN HASIL OBSERVASI

3.1  Sejarah Desa
Disini Desa yang saya buat penelitian yaitu Desa Maduran, dimana Desa Maduran terletak di Kab. Lamongan. Mungkin nama Desa Maduran sangat asing didengar ditelinga masyarakat luas. Tapi semua tidak berlaku pada masyarakat Kab. Lamogan. Hal tersebut dikarenakan lokasi Desa Maduran berada di Kab. Lamongan. Desa kecil yang masih asri yang dikelilingi oleh sawah dan tambak serta dekat dengan bantaran sungai Bengawan Solo ini  kaya akan hasil pertanian dan hasil tambaknya. Tanah yang subur didesa ini sangat mendukung para petani dalam bercocok tanam. Tak hanya kaya akan hasil agrarisnya tapi desa ini juga sangat penuh dengan historis dan tradisi. Banyak tradisi yang masih kental didesa ini seperti: tahlilan, iwak ngumbo, slametan hasil panen, tradisi sebelum dan sesudah kelahiran dll.
Desa Maduran merupakan desa yang terletak dekat dengan bantaran sungai Bengawan Solo. Jarak antara desa dengan Bengawan Solo kurang lebih 60 meter dan dibatasi dengan 2 tangkis sekaligus. Banyak cerita tentang desa ini dari orang-orang pendahulu. Sungai Bengawan Solo mungkin bisa menjadi saksi bisu awal mula desa ini. Nama Desa Maduran di ambil dari cerita yang terkenal didesa kami yaitu : “ MBOK RONDO DADAPAN ” seorang putri yang sangat elok dan disegani oleh rakyatnya. Pada waktu itu beliau mengadakan perjalanan dan tidak sengaja singgah disebuah  desa asing. Sang putri sangat senang dengan masyarakat desa tersebut. Hal tersebut  dikarenakan masyarakat didesa tersebut amat senang membantu dan memberikan apa yang mereka miliki pada pendatang termasuk sang putri.
Pada waktu itu sang putri ingin melanjutkan perjalanannya setelah singgah beberapa hari didesa asing tersebut. Disaat hendak ingin berangkat, ada seorang penduduk yang ingin memberikan sesuatu untuk sang putri untuk dijadikan bekal di perjalanan. Seorang penduduk tersebut membawa tong minuman yang berisikan madu, dimana dia membawa beberapa tong yang berisikan madu tersebut yang di taruh diatas gerobaknya. Dalam keadaan terburu-buru dengan maksud agar sang putri tidak berangkat terlebih dahulu, seorang penduduk tersebut mendorong gerobaknya dengan  cepat. Sewaktu seorang penduduk hampir sampai ditempat persinggahan sang putri, tanpa sengaja gerobak yang didorong dengan cepat tersebut menabrak batu kecil sehingga gerobak tersebut oleng dan tong yang berisikan madu tersebut tumpah berantakan di tanah. Pada waktu itu sang putri melihat dengan mata kepalanya dengan jelas dan dia menyebutnya dengan Madu Kelalaran yang artinya madu yang tercecer/ berantakan. Maka dari itu disebutlah Desa Maduran yang kepanjangannya Madu Kelalaran. Hingga saat ini desa tersebut dikenal dengan sebutan Desa “MADURAN”.

3.2  Sejarah Asal Usul Kebudayaan
3.2.1 Sejarah
Tradisi pingitan yang berasal dari Ds. Maduran Kab. Lamongan ini sebagian masih dilakukan oleh beberapa masyarakat sampai sekarang. Tinjauan historis yang saya peroleh mencatat bahwa seorang gadis sampai usia 10 tahun terutama dari golongan priyayi yang ada didesa ini merupakan saat-saat kehidupan yang menyenangkan. Mereka leluasa bermain dengan teman dan tempat yang mereka senangi dalam batas-batas tertentu. Pendidikan yang mereka terima pada umumnya cukup dengan pelajaran agama. Kewajiban untuk masuk sekolah belum ada, karena sekolah jumlahnya masih sangat sedikit dan yang diutamakan adalah anak laki-laki. Pendidikan anak perempuan menurut adat-istiadat lebih terikat kepada lingkungan rumah. Semua kebebasan dan pendidikan yang dinikmati anak-anak gadis itu berakhir, begitu ia menginjak dewasa dan menjelang pernikahan.
Ukuran dewasa bagi gadis-gadis remaja yang hidup di daerah tropis atau daerah Lamongan ini sangat cepat, sekitar 10 sampai 12 tahun. Mulailah ia dipersiapkan untuk kehidupan berkeluarga dengan memasuki dunia pingitan. Pingitan adalah dunia wanita, dimana gadis-gadis kecil ini mulai belajar bekerja.
Bidang pekerjaannya adalah membantu ibu mereka mengasuh dan mengurus adik-adik mereka yang masih kecil, belajar memasak dan menjahit, serta kecakapan-kecakapan lain yang perlu dimiliki oleh seorang ibu rumah tangga. Rumah tangga adalah tiang masyarakat, dan masyarakat adalah tiang Negara, sebab itu setiap wanita harus menjadi ibu yang baik dan cakap dalam penanganan rumah tangga. Tradisi ini sudah ada pada zaman keraton atau zaman kerajaan yang dimana kerajaan itu terletak di Yogyakarta.
Pada zaman keraton Yogyakarta yang dipimpin Sri Sultan Hamengkubuwono yang pertama tradisi pingit pengantin ini sudah ada sejak zaman nenek moyang mereka dan tradisi ini merupakan tradisi Jawa asli yang dijadikan sebagai tradisi turun temurun. Pada zaman dahulu para pendatang dari Yogyakarta dan Solo datang ke Desa Maduran Kec. Maduran Kab. Lamongan dan membawa tradisi dan bahasa Jawa halus (krama inggil). Mereka tinggal berdampingan bersama masyarakat Desa Maduran dan kemudian mereka menikah dengan masyarakat Desa maduran tersebut. Dan disaat pernikahan tersebut semua adat dari Yogyakarta dan Solo diterapkan di acara pernikahan itu sehingga berbagai adat Jawa itu ada di Desa Maduran dan merupakan tradisi turun temurun yang wajib dilestarikan sampai sekarang selama itu tidak keluar dari ajaran islam. dan sebagaimana kata orang-orang pendahulu bahwa Wanita dalam pingitan menunjukkan kemuliaan dan kesucian.
3.2.2 Pandangan Masyarakat Terhadap Tradisi Pingit Pengantin
Menurut data yang diperoleh peniliti dari beberapa informan ini adalah Pandangan masyarakat Desa Maduran Kec. Maduran Kab. Lamongan hterhadap tradisi “Pingit Pengantin” tidak wajib dilaksanakan dan boleh digunakan untuk menjaga calon pengantin dan persiapan diri bagi calon pengantin menuju hari pernikahannya. Karena dalam kaedah fiqh dijelaskan bahwasanya suatu tradisi bisa sebagai hujjah yang wajib dikerjakan jika tradisi itu digunakan oleh kebanyakan orang. Tradisi “pingit pengantin” ini termasuk Urf Shahih yakni tata cara/ tradisi yang baik dan dapat diterima karena tidak bertentangan dengan syara’. Atau kebiasaan yang berlaku ditengah-tengah masyarakat yang tidak bertentangan dengan nash (ayat Al-Qur’an dan Hadits), tidak menghilangkan kemaslahatan mereka. Dan tidak pula membawa mudharat kepada mereka.

3.3  Mitos Yang Berkembang
Mitos yang berkembang di tradisi ini sangat unik. Nah, kenapa mereka tidak boleh keluar rumah? Menurut mitos, alasannya karena mereka memiliki ‘darah manis’ (atau darah manisan kata orang Banjar). Katanya orang yang mau menikah itu rentan terhadap marabahaya. Menurut kepercayaan jawa kuno banyak sarap, sawan, dan sambekala (penyakit yang tidak kelihatan) atau hal yang mencemaskan dan berbagai halangan sehingga pada sebagian masyarakat, ketika calon pengantin dipingit, juga dianjurkan minum “ jamu sawanan ” agar terhindar dari berbagai halangan, kecemasan, dan aneka penyakit.[8]
Sebenarnya musibah itun bisa terjadi kapan saja, dimana saja, dan kepada siapa saja. Baik kepada orang yang baru lahir, mau menikah, atau yang sudah tua, bisa saja kena musibah. Masalah mereka punya ‘darah manis’ atau darah pahit, saya selaku peneliti juga tidak tahu dengan pasti, Tapi peneliti ambil baiknya saja, mungkin dengan mengurung diri di rumah atau keluar rumah dengan jarak pendek, probabilitas batalnya pernikahan bisa diminimalkan.
3.4  Penyajian Data
Pada dasarnya masyarakat adalah sekumpulan manusia yang saling membutuhkan, karena manusia itu sendiri memiliki sifat social. Pola perilaku ini merupakan salah satu cara masyarakat bertindak atau berkelakuan yang sama dan harus diikuti oleh anggota masyarakat yang kemudian diakui dan mungkin diikuti orang lain.
Menurut data yang saya peroleh dari hasil observasi saya. Masa – masa menjelang pernikahan memang sangat kritis, banyak kecemasan dan kekhawatiran melanda masyarakat. Bisa jadi rencana yang telah direncanakan itu hancur gara sebuah masalah yang terjadi dan menurut orang jawa  tradisi pingit pengantin itu harus dilakukan pada serangkaian pernikahan adat jawa.
Tradisi pingitan oleh masyarakat Desa Maduran Kec. Maduran Kab. Lamongan, seorang perempuan yang akan dinikahkan itu terlebih dahulu dipingit. Prosesi pingitan itu sendiri dilakukan setelah calon pengantin laki – laki melamar calon pengantin perempuan, jadi pingitan itu sendiri dilakukan setelah prosesi lamaran. Tradisi mengkarantinakan mempelai pengantin (biasanya perempuan) sebulan sebelum pernikahan.
Maksudnya dipingit disini bukan berarti si calon pengatin itu hanya bertapa atau berdiam diri, tapi si calon pengantin tersebut harus melakukan perawatan tubuh dan kulit agar disaat hari pernikahan nanti si calon pengantin tersebut terlihat sehat dan bugar (fresh). Tidak hanya merawat diri saja dalam prosesi ini calon pengantin hendaknya banyak melakukan dzikir dan berdoa kepada Tuhan agar tidak terjadi apapun terhadapnya hingga hari pernikahan nanti. Selain itu prosesi ini juga agar calon pengantin sehat dan tidak terserang penyakit serta agar siap mentalnya disaat hari H. Melakukan perawatan tubuh dan kulit. Dan juga untuk menjaga agar calon mempelai tidak melarikan diri. macam ada yang satu bulan, satu minggu sebelum perkawinan dilangsungkan.
BAB IV
PENUTUP
       4.1  KESIMPULAN
·         Tradisi yang sebagian dilakukan oleh masyarakat Ds. Maduran Kec. Maduran Kab. Lamongan sebelum dilangsungkannya perkawinan  untuk mengusir ketakutan dan kekhawatiran sebelum menuju jenjang perkawinan adalah memingit mempelai sebelum hari H.
·         Pingitan adalah proses mempersiapkan diri mempelai untuk memasuki dunia yang bernama Rumah Tangga. Masa-masa menjelang pernikahan merupakan masa kritis bagi calon mempelai. Maka dari itu calon mempelai dilarang kemana-mana, maksudnya adalah agar pengantin aman terpantau dan segar bugar.
·         Islam sangat menganjurkan tradisi “pingit pengantin”  Seperti apa yang Allah jelaskan dalam Al-Qur’an pada surat Al-Ahzab ayat 33.
·         Pingitan sudah menjadi tradisi Jawa asli. Dan sudah ada pada zaman keraton Yogyakarta, tradisi pingit pengantin juga menjadi tradisi turun temurun sejak zaman nenek moyang.
·         Pandangan masyarakat terhadap tradisi “pingit pengantin” tidak wajib dilaksanakan dan boleh digunakan untuk menjaga calon pengantin dan untuk persiapan diri bagi calon pengantin menuju hari pernikahannya. Dan selama itu tidak membawa mudharat kepada mereka.
·         Asal mula Desa Maduran berasal dari kata MADU KELALARAN yang berarti madu tercecer atau tumpah ditanah.

      4.2  SARAN
Adapun saran yang bisa penulis berikan :
1.   Kepada semua pembaca bila mendapat kekeliruan dalam makalah ini harap bisa meluruskannya.
2.   Untuk supaya bisa membaca kembali literatur-literatur yang berkenaan dengan pembahasan ini sehingga diharapkan akan bisa lebih menyempurnakan kembali pembahasan materi dalam makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Khalil Ahmad,2008. Islam Jawa Sufisme dalam Etika dan Tradisi Jawa, Malang : UIN-MALANG PRESS
Handayani S. Christina, dan Novianto Ardhian, 2004. Kuasa Wanita Jawa, Yogyakarta : PT. LKiS Pelangi Aksara
Yaljan Miqdad, 2007. Potret Rumah Tangga Islam, Jakarta : Qisthi Press
Khafaji Abdul Halim, 2008. Belajar Rumah Tangga kepada Nabi, Solo : PT. AQWAM MEDIA PROFETIKA
Mufida, 2008. Psikologi Keluarga Islam Berwawasan Gender, Malang : UIN-MALANG PRESS
Sholikhin Muhammad, 2010. Ritual dan Tradisi Islam Jawa, Yogyakarta : NARASI
Sulaiman Rasjid, 1987. Fiqh Islam, Bandung: Sinar Baru
http://hijau-lumut.blogspot.com/2009/02/waktu-liburan-kemarin-saya-iseng-buka.html
http://terasimaji.blogspot.com/2010/07/pingit.html
http://infopengantin.blogspot.com/2010/03/rangkaian-upacara-adat-pengantin-jawa.html
http://pernikahanadat.blogspot.com/2010/01/pernikahan-adat-betawi.html

Visit Lamongan - Sejarah Lamongan

Kabupaten Lamongan, adalah sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Timur, Indonesia. Ibukotanya adalah Lamongan. Kabupaten ini berbatasan dengan Laut Jawa di utara,Kabupaten Gresik di timur, Kabupaten Mojokerto dan Kabupaten Jombang di selatan, serta Kabupaten Bojonegoro dan Kabupaten Tuban di barat.

Kabupaten Lamongan terdiri atas 27 kecamatan, yang dibagi lagi atas sejumlah desa dan kelurahan. Pusat pemerintahan di Kecamatan Lamongan.

Sejarah
Waktu mudanya bernama Hadi, karena mendapatkan pangkat rangga, maka ia lalu disebut Ranggahadi. Ranggahadi kemudian juga bernama mBah Lamong, yaitu sebutan yang diberikan oleh rakyat daerah ini.

Karena Ranggahadi pandai Ngemong Rakyat, pandai membina daerah dan mahir menyebarkan ajaran agama Islam serta dicintai oleh seluruh rakyatnya, dari asal kata mbah Lamong inilah kawasan ini lalu disebut Lamongan.

Adapun yang mewisuda Tumenggung Surajaya menjadi Adipati Lamongan yang pertama, tidak lain adalah Kanjeng Sunan Giri IV yang bergelar Sunan Prapen. Wisuda tersebut bertepatan dengan hari pasamuan agung yang diselenggarakan di Puri Kasunanan Giri di Gresik, yang dihadiri oleh para pembesar yang sudah masuk agama Islam dan para Sentana Agung Kasunanan Giri. Pelaksanaan Pasamuan Agung tersebut bertepatan dengan peringatan Hari Besar Islam yaitu Idhul Adha tanggal 10 Dzulhijjah.

Berbeda dengan daerah-daerah Kabupaten lain khususnya di Jawa Timur yang kebanyakan mengambil sumber dari sesuatu prasasti, atau dari suatu Candi dan dari peninggalan sejarah yang lain, tetapi hari lahir lamongan mengambil sumber dari buku wasiat. Silsilah Kanjeng Sunan Giri yang ditulis tangan dalam huruf Jawa Kuno/Lama yang disimpan oleh Juru Kunci Makam Giri di Gresik. Almarhum Bapak Muhammad Baddawi di dalam buku tersebut ditulis, bahwa diwisudanya Tumenggung Surajaya menjadi Adipati Lamongan dilakukan dalam pasamuan agung di Tahun 976 H. Yang ditulis dalam buku wasiat tersebut memang hanya tahunnya saja, sedangkan tanggal, hari dan bulannya tidak dituliskan.

Oleh karena itu, maka Panitia Khusus Penggali Hari Jadi Lamongan mencari pembuktian sebagai dasar yang kuat guna mencari dan menetapkan tanggal, hari dan bulannya. Setelah Panitia menelusuri buku sejarah, terutama yang bersangkutan dengan Kasunanan Giri, serta Sejarah para wali dan adat istiadat di waktu itu, akhirnya Panitia menemukan bukti, bahwa adat atau tradisi kuno yang berlaku di zaman Kasunanan Giri dan Kerajaan Islam di Jawa waktu itu, selalu melaksanakan pasamuan agung yang utama dengan memanggil menghadap para Adipati, Tumenggung serta para pembesar lainnya yang sudah memeluk agama Islam. Pasamuan Agung tersebut dilaksanakan bersamaan dengan Hari Peringatan Islam tanggal 10 Dzulhijjah yang disebut Garebeg Besar atau Idhul Adha.

Berdasarkan adat yang berlaku pada saat itu, maka Panitia menetapkan wisuda Tumenggung Surajaya menjadi Adipati Lamongan yang pertama dilakukan dalam pasamuan agung Garebeg Besar pada tanggal 10 Dzulhijjah Tahun 976 Hijriyah. Selanjutnya Panitia menelusuri jalannya tarikh hijriyah dipadukan dengan jalannya tarikh masehi, dengan berpedoman tanggal 1 Muharam Tahun 1 Hijriyah jatuh pada tanggal 16 Juni 622 Masehi, akhirnya Panitia Menemukan bahwa tanggal 10 Dzulhijjah 976 H., itu jatuh pada Hari Kamis Pahing tanggal 26 Mei 1569 M.

Dengan demikian jelas bahwa perkembangan daerah Lamongan sampai akhirnya menjadi wilayah Kabupaten Lamongan, sepenuhnya berlangsung di zaman keislaman dengan Kasultanan Pajang sebagai pusat pemerintahan. Tetapi yang bertindak meningkatkan Kranggan Lamongan menjadi Kabupaten Lamongan serta yang mengangkat/mewisuda Surajaya menjadi Adipati Lamongan yang pertama bukanlah Sultan Pajang, melainkan Kanjeng Sunan Giri IV. Hal itu disebabkan Kanjeng Sunan Giri prihatin terhadap Kasultanan Pajang yang selalu resah dan situasi pemerintahan yang kurang mantap. Disamping itu Kanjeng Sunan Giri juga merasa prihatin dengan adanya ancaman dan ulah para pedagang asing dari Eropa yaitu orang Portugis yang ingin menguasai Nusantara khususnya Pulau Jawa.

Siapakah sebenarnya Tumenggung Surajaya itu ? di depan sudah diungkapkan nama kecil Tumenggung Surajaya adalah Hadi yang berasal dari dusun Cancing yang sekarang termasuk wilayah Desa Sendangrejo Kecamatan Ngimbang Kabupaten Lamongan. Sejak masih muda Hadi sudah nyuwito di Kasunanan Giri dan menjadi seorang santri yang dikasihi oleh Kanjeng Sunan Giri karena sifatnya yang baik, pemuda yang trampil, cakap dan cepat menguasai ajaran agama Islam serta seluk beluk pemerintahan. Disebabkan pertimbangan itu akhirnya Sunan Giri menunjuk Hadi untuk melaksanakan perintah menyebarkan Agama Islam dan sekaligus mengatur pemerintahan dan kehidupan Rakyat di Kawasan yang terletak di sebelah barat Kasunanan Giri yang bernama Kenduruan. Untuk melaksanakan tugas berat tersebut Sunan Giri memberikan Pangkat Rangga kepada Hadi.

Ringkasnya sejarah, Rangga Hadi dengan segenap pengikutnya dengan naik perahu melalui Kali Lamong, akhirnya dapat menemukan tempat yang bernama Kenduruan itu. Adapu kawasan yang disebut Kenduruan tersebut sampai sekarang masih ada dan tetap bernama Kenduruan, berstatus Kampung di Kelurahan Sidokumpul wilayah Kecamatan Lamongan.

Di daerah baru tersebut ternyata semua usaha dan rencana Rangga Hadi dapat berjalan dengan mudah dan lancar, terutama di dalam usaha menyebarkan Agama Islam,mengatur pemerintahan dan kehidupan masyarakat. Pesantren untuk menyebar Agama Islam peninggalan Rangga Hadi sampai sekarang masih ada.

Visit Lamongan - Gua Maharani

 
Gua Maharani adalah sebuah gua yang terletak tepatnya di Paciran Lamongan di Jawa Timur.

Gua juga dikenal sebagai goa Istana Maharani terletak pada kedalaman 25 m di atas tanah dengan luas gua kosong 2500 m2. Ditemukan secara kebetulan pada tanggal 6 Agustus 1992 dan dibuka sebagai objek wisata 10 Maret 1994 oleh Bupati Lamongan (Muhammad Farid)

Gua terletak sangat strategis dan menarik karena terletak sekitar 500 m dari Laut Jawa dan di jalan-jalan, Tuban, Gresik. Tidak jauh dari gua-gua ada obyek wisata Wisata Bahari Lamongan atau dikenal sebagai “Tanjung kodok”

Istana Gua Maharani, itulah namanya di namai oleh Bupati Lamongan R. Mohamad Farid, SH sesuai dengan kecemerlangan dan keindahannya, nama itu hasil dari usulan salah satu istri pekerja yang bermimpi.

Goa Istana Maharani ditemukan oleh 6 penggali bahan fosfat dan pupuk, yang dipimpin oleh mandor Sunyoto pada tanggal 6 Agustus 1992. Luasnya sekitar 2. 500 m2 dengan kedalaman 25 m di atas tanah.

Nama mimpi itu lahir dari istri Sunyoto, sang mandor. Malam sebelum penemuan gua, ia melihat cahaya bunga – bunga yang indah dan berwarna warni yang dijaga oleh dua raksasa naga. Dua naga sekarang ditampilkan dalam bentuk dua patung naga dari dua burung elang penjaga pintu masuk ke sumbu Tatsoko disebut Gerbang Masuk Gua.

Salah satu keajaiban alam seperti gua permaisuri istana yang melindungi keindahan alam lebih spesifik dan unik pada rata-rata gua wisata. Bahkan, menurut Profesor Dr KRT. Khoo anggota dari pendiri perguaan International Indonesia Caving di Bogor untuk menilai stalaktit di gua dan stalakmit Istana Maharani masih terus berkembang. Pertumbuhan mencapai kira-kira 1 cm per dekade. Maka keindahan gua ini dapat disamakan dengan gua Altamira di Spanyol. Mamonth gua di Amerika Serikat dan Caverns Carlsbad di Perancis.

stalaktit dan stalagmit yang tumbuh di gua untuk memancarkan cahaya saat terkena cahaya warna. Pemerintah Lamongan mengelola sebagai objek wisata serta Tanjung Kodok dan arkeologi situs Makam Sunan Drajat. Fasilitas ini dibangun di tiga wilayah di area umum, zona transisi dan zona inti, lokasi goa ini 100 meter sebelah timur Tanjug Kodok.

Di dalam gua terdapat stalaktit dan stalagmit yang menyerupai takhta kaisar flora, dan fauna, cahaya indah – seperti kualitas cahaya berlian atau permata.

Ada stalaktit dan stalagmit yang disebut Lingga Pratala (seperti alat Vital laki-laki), Yoni Pratiwi (Seperti alat Vital Perempuan), Cempaka Tirta (bunga kanthil), Karang Raja Kadal (seperti dinosaurus), Selo Gajah (seperti kepala gajah), bunga mawar, pohon-pohon Banyan dan bentuk-bentuk yang indah dan unik.

Visit Lamongan - Wisata Bahari Lamongan (WBL)


Terletak di pesisir utara Pantai Jawa, tepatnya di kecamatan Paciran, Kabupaten Lamongan – Jawa Timur, Wisata Bahari Lamongan (WBL) menawarkan oase tersendiri bagi wisatawan. Berdiri sejak tahun 2004 sebagai hasil pengembangan objek wisata yang telah ada sebelumnya, yaitu Pantai Tanjung Kodok.

Memadukan konsep wisata bahari dan dunia wisata dalam areal seluas 11 hektare, WBL siap memanjakan pengunjung dengan konsep one stop service mulai jam 08.30-16.30 WIB setiap harinya. Didukung pula dengan hadirnya 3 wahana baru setiap tahunnya.

Selain itu tersedia pula fasilitas pendukung seperti Pasar Hidangan, Pasar Wisata, Pasar Buah dan Ikan serta fasilitas umum lain seperti Mushola, Klinik, ATM, Tempat Menyusui Ibu & Bayi, Toilet, Tempat Parkir dan lain sebagainya.
Terhubung dengan Tanjung Kodok Beach Resort dan Maharani Zoo & Goa, menjadikan perjalanan wisata anda semakin nyaman dan berkesan.

Visit Lamongan - Persela Lamongan Ngungsi ke Madiun

Persela Lamongan tak bisa menjamu tamunya Persija Jakarta, 15 Februari mendatang di Stadion Surajaya Lamongan. Pasalnya kandang tim berjuluk Laskar Joko Tingkir itu masih dalam proses perbaikan. Namun Persela sudah menemukan stadion pengganti, yaitu Stadion Wilis Madiun.

Persela sempat kesulitan menentukan stadion alternatif, karena stadion-stadion incaran, di hari yang sama juga terpakai. “Ada beberapa stadion yang jadi incaran, seperti Stadion Tri Dharma Gresik dan Stadion Delta Sidoarjo. Ada juga stadion di Kediri dan Surabaya, tapi ternyata semuanya tidak bisa kami pinjam,” terang Mudji Santoso, sekretaris tim Persela, Kamis (9/2/2012).

Stadion Tri Dharma dipakai Persegres Gresik United. Untuk Stadion Delta, Mudji menyebutkan bahwa lapangan di stadion tersebut tidak boleh dipakai untuk intensitas tinggi karena masih dalam taraf perawatan usai diperbaiki. “Stadion Wilis ini tinggal satu-satunya di Jatim yang bisa kami manfaatkan.”

Tidak hanya menjadikan Wilis sebagai kandang saat menjamu Persija, Persela juga akan menjamu PSPS Pekanbaru di stadion yang sama, 19 Februari mendatang. “Ya, stadion Wilis akan kami pakai dua kali sebagai home, yaitu lawan Persija dan PSPS Pekanbaru,” tegas Mudji lagi.

Stadion Surajaya kemungkinan besar baru bisa dipakai akhir Maret mendatang, saat Persela melakoni laga home terakhir di putaran pertama, yaitu lawan Persipura Jayapura dan Persiwa Wamena. Persiwa akan dihadapi 25 Maret sedang Persipura akan dijamu tiga hari kemudian.

Sementara itu mengenai jadwal tunda lawan PSMS yang kabarnya akan digelar di Surajaya, 28 Februari depan, Mudji mengaku belum bisa memberi kepastian apakah digelar di Surajaya atau tidak.

Sebelumnya gara-gara lapangan rusak, laga Persela menjamu PSMS Medan yang sedianya digelar 28 Januari terpaksa dibatalkan

Visit Lamongan - Lamongan Tempoe Doeloe

Dulu Lamongan merupakan Pintu Gerbang ke Kerajaan Kahuripan, Kerajaan Panjalu, Kerajaan Jenggala, Kerajaan Singosari atau Kerajaan Mojopahit, berada di Ujung Galuh, Canggu dan kambang Putih ( Tuban). Setelah itu tumbuh pelabuhan Sedayu Lawas dan Gujaratan (Gresik), merupakan daerah amat ramai , sebagai penyambung hubungan dengan Kerajaan luar Jawa bahkan luar Negeri.Zaman Kerajaan Medang Kamulan di Jawa Timur, Di Lamongan berkembang Kerajaan kecil Malawapati ( kini dusun Melawan desa Kedung Wangi kecamatan Sambeng ) dipimpin Raja Agung Angling darma dibantu Patih Sakti Batik Maadrim termasuk kawasan Bojonegoro kuno. Saat ini masih tersimpan dengan baik, Sumping dan Baju Anglingdarma didusun tersebut. Di sebelah barat berdiri Kerajaan Rajekwesi di dekat kota Bojonegoro sekarang.

Pada waktu Kerajaan Majapahit dipimpin Raja Hayam Wuruk (1350 -1389) kawasan kanan kiri Bengawan Solo menjadi daerah Pardikan. Merupakan daerah penyangga ekonomi Mojopahit dan jalan menuju pelabuhan Kambang Putih. Wilayah ini disebut Daerah Swatantra Pamotan dibawah kendali Bhre Pamotan atau Sri Baduga Bhrameswara paman Raja Hayam Wuruk ( Petilasan desa Pamotan kecamatan Sambeng ), sebelumnya
Di bawah kendali Bhre Wengker ( Ponorogo ). Daerah swatantra Pamotan meliputi 3 kawasan pemerintahan Akuwu , meliputi Daerah Biluluk (Bluluk) Daerah Tenggulunan (Tenggulun Solokuro) , dan daerah Pepadhangan (Padangan Bojonegoro).

Menurut buku Negara Kertagama telah berdiri pusat pengkaderan para cantrik yang mondok di Wonosrama Budha Syiwa bertempat di Balwa (desa Blawi Karangbinangun) , di Pacira ( Sendang Duwur Paciran), di Klupang (Lopang Kembangbahu) dan di Luwansa ( desa Lawak Ngimbang). Desa Babat kecamatan Babat ditengarahi terjadi perang Bubat, sebab saat itu babat salah satu tempat penyeberangan diantar 42 temapt sepanjang aliran bengawan Solo. Berita ini terdapat dalam Prasasti Biluluk yang tersimpan di Musium Gajah Jakarta, berupa lempengan tembaga serta 39 gurit di Lamongan yang tersebar di Pegunungan Kendeng bagian Timur dan beberapa temapt lainnya.

Menjelang keruntuhan Mojopahit tahun 1478M, Lamongan saat itu dibawah kekuasaaan Keerajaan Sengguruh (Singosari) bergantian dengan Kerajaan Kertosono (Nganjuk) dikenal dengan kawasan Gunung Kendeng Wetan diperintah oleh Demung, bertempat disekitar Candi Budha Syiwa di Mantup. Setelah itu diperintah Rakrian Rangga samapi 1542M ( petilasan di Mushalla KH.M.Mastoer Asnawi kranggan kota Lamongan ). Kekuasaan Mojopahit di bawah kendali Ario Jimbun (Ariajaya) anak Prabu Brawijaya V di Galgahwangi yang berganti Demak Bintoro bergelar Sultan Alam Akbar Al Fatah ( Raden Patah ) 1500 – 1518, lalu diganti anaknya, Adipati Unus 1518 -1521 M , Sultan Trenggono 1521 – 1546 M.

Dalam mengembangkan ambisinya, sultan Trenggono mengutus Sunan Gunung Jati ( Fatahilah ) ke wilayah barat untuk menaklukkan Banten, Jayakarta, danCirebon. Ke timur langsung dpimpin Sultan sendiri menyerbu Lasem, Tuban dan Surabaya sebelum menyerang Kerajaan Blambangan ( Panarukan). Pada saat menaklukkan Surabaya dan sekitarnya, pemerintahan Rakryan Rangga Kali Segunting ( Lamong ), ditaklukkan sendiri oleh Sultan Trenggono 1541 . Namun tahun 1542 terjadi pertempuran hebat antara pasukan Rakkryan Kali Segunting dibantu Kerajaan sengguruh (Singosari) dan Kerajaan Kertosono Nganjuk dibawah pimpinan Ki Ageng Angsa dan Ki Ageng Panuluh, mampu ditaklukkan pasukan Kesultanan Demak dipimpin Raden Abu Amin, Panji Laras, Panji Liris. Pertempuran sengit terjadi didaerah Bandung, Kalibumbung, Tambakboyo dan sekitarnya.

Tahun 1543M, dimulailah Pemerintahan Islam yang direstui Sunan Giri III, oleh Sultan Trenggono ditunjuklah R.Abu Amin untuk memimpin Karanggan Kali Segunting, yang wilayahnya diapit kali Lamong dan kali Solo. Wilayah utara kali Solo menjadi wilayah Tuban, perdikan Drajat, Sidayu, sedang wilayah selatan kali Lamong masih menjadi wilayah Japanan dan Jombang. Tahun 1556 M R.Abu Amin wafat digantikan oleh R.Hadi yang masih paman Sunan Giri III sebagai Rangga Hadi 1556 -1569M Tepat hari Kamis pahing 10 Dzulhijjah 976H atau bertepatan 26 mei 1569M, Rangga Hadi dilantik menjadi Tumenggung Lamong bergelar Tumenggung Surajaya ( Soerodjojo) hingga tahun 1607 dan dimakamkan di Kelurahan Tumenggungan kecamatan Lamongan dikenal dengan Makam Mbah Lamong. Tanggal tersebut dipakai sebagai Hari Jadi Lamongan.

Setelah Indonesia Merdeka 17 Agustus 1945, daerah Lamongan menjadi daerah garis depan melawan tentara pendudukan Belanda, perencanaan serangan 10 Nopember Surabaya juga dilakukan Bung Tomo dengan mengunjungi dulu Kyai Lamongan dengan pekikan khas pembakar semangat Allahu Akbar. Lamongan yang dulunya daerah miskin dan langganan banjir, berangsur-angsur bangkit menjadi daerah makmur dan menjadi rujukan daerah lain dalam pengentasan banjir. Dulu ada pameo “ Wong Lamongan nek rendeng gak iso ndodok, nek ketigo gak iso cewok “ tapi kini diatasi dengan semboyan dari Sunan Drajat, Derajate para Sunan dan Kyai “ Memayu Raharjaning Praja “ yang benar –benar dilakukan dengan perubahan mendasar, dalam memsejahterahkan rakyatnya masih memegang budaya kebersamaan saling membantu sesuai pesan kanjeng Sunan Drajat “ Menehono mangan marang wong kangluwe, menehono paying marang wong kang kudanan , menehono teken marang wong kang wutho, menehono busaono marang wong kang wudho “

Kabupaten Lamongan yang kini dikomandani H.Masfuk sebagai Bupati periode ke 2 dan H.Tsalis Fahmi sebagai wakil Bupati melejit bagaikan Sulapan , dengan terobosannya yang menjadi perbincangan Nasional. Yang menonjol selama ini menjadi Ikon Wisata Bahari Lamongan (Lamongan Ocean Tourism Ressort) , Lamongan Integrated Sharebased, Proyek Pelabuhan Rakyat, dan Proyek Lapangan Terbang dan Eksplorasi minyak Balong Wangi Sarirejo,memungkinkan datangnya investasi baik dari dalam negeri maupun investor luar negeri. Dengan tangan dinginnya PKL ditata rapi, Kelancara jalan desa dan pengairan ditata sedemikian rupa, termasuk memberikan Bea siswa bagi siswa dan mahasiswa berprestasi yang ekonominya kurang beruntung, dan nantinya jika telah menyelesaikan studynya bisa kembali dan menyumbangkan pikiran dan kemampuannya demi kemajuan Lamongan. Kegiatan HJL kali ini juga dumeriahkan oleh Dewan Kesenian Lamongan (DKL) parade Teater dan Pameran Senirupa kerja sama dengan STKW Surabaya di gedung Handayani tanggal 26 mei dilanjutkan Sarasehan seni rupa oleh Agus Koecing Surabaya , mengusung Peran dan perkembangan senirupa jawa timur dan Management berkesenian , 27 mei 2007.

Visit Lamongan - Kisah Penyebab Orang Lamongan tidak boleh menikah dengan orang kediri

Pada saat itu, senja kala melanda bumi Majapahit. Perang saudara mengakibatkan Majapahit menjadi sebuah kerajaan yang pesakitan dan tidak punya wibawa lagi di negeri-negeri bawahannya. Melihat Majapahit yang semakin keropos ini, Adipati Kediri saat itu merasa bahwa inilah saatnya bagi Kediri sebagai kerajaan yang lebih tua dan keturunan syah dari Prabu Airlangga untuk mengambil alih kekuasaan dari Majapahit.
Akan tetapi, meskipun keadaan Majapahit saat itu sudah semakin lemah namun Majapahit masih terlalu kuat untuk dihadapi oleh Kediri seorang diri. Apalagi Kediri masih ragu apakah orang-orang di pesisir utara Jawa seperti Gresik, Lamongan, Tuban dan Surabaya yang telah banyak menganut Islam itu nantinya akan mendukung siapa, sedangkan merekalah saat itu yang mengatur urat nadi perdagangan di Nusantara, sehingga peran mereka nantinya tidak bisa disepelehkan.
Oleh karena itu maka Adipati Kediri berpikir bagaimana caranya untuk bisa menjalin koalisi dengan wilayah-wilayah yang ada di pesisir utara Jawa. Sampai suatu ketika dia mendengar kabar bahwa Bupati Lamongan saat itu, mempunyai dua orang putra kembar yang bernama Panji Laras dan Panji Liris. Karena diapun mempunyai dua orang putri kembar yang bernama Dewi Andansari dan Dewi Andanwangi, maka dia berniat menikahkan kedua putri kembarnya dengan kedua putra kembar Bupati Lamongan sekaligus sebagai langkah awal untuk melakukan koalisi, sehingga bila dia bisa melakukan koalisi dengan Lamongan maka Majapahit bisa dikepung dari dua arah yaitu Kediri di Selatan dan Lamongan di Utara.
Mengetahui niat dari Adipati Kediri tersebut, Bupati Lamongan merasa bimbang antara mau menerima ataukah menolak rencana koalisi berbalut pernikahan tersebut. Bila dia menerimanya, dia takut dengan pembalasan Majapahit jika rencana kudetanya dengan Kediri terhadap Majapahit itu gagal. Namun bila dia menolak dan kemudian Kediri berhasil menggulingkan Majapahit, maka Kediri pastinya juga akan membalas atas penolakannya tersebut. Disamping itu bila sampai terjadi perang saudara lagi, maka ekonomi dan perdagangan yang saat itu dikuasai oleh orang-orang pesisir utara Jawa nantinya pasti akan terganggu.
Memikirkan hal tersebut maka dia menjadi bingung dan memutuskan untuk menguji kesungguhan dari Adipati Kediri. Karenanya dalam rencana pernikahan politis tersebut Bupati Lamongan mengajukan tiga syarat yaitu. Pertama, Dewi Andansari dan Dewi Andanwangi harus mau memeluk Islam. Kedua, pihak keluarga mempelai wanita lah yang harus datang melamar kepada pihak keluarga mempelai pria. Ketiga, nantinya pihak mempelai perempuan harus datang dengan membawa hadiah berupa gentong air dan alas tikar yang kedua-duanya harus terbuat dari batu.
Mendengar syarat-syarat tersebut, ternyata Adipati Kediri masih bersedia untuk memenuhinya dan menyuruh kedua putrinya untuk datang melamar ke Lamongan, sehingga mau tak mau Bupati Lamongan akhirnya bersedia untuk melaksanakan pernikahan tersebut.
Tiba pada harinya, Dewi Andansari dan Dewi Andanwangi diiringi dengan rombongan besar orang-orang Kediri datang ke Lamongan. Panji Laras dan Panji Liris di temani Ki Patih Mbah Sabilan diperintahkan oleh ayahnya untuk menjemput kedua putri Kediri tersebut di batas Kota Lamongan.
Pada saat itu Lamongan sedang mengalami bencana banjir, sehingga mau tak mau Dewi Andansari dan Dewi Andanwangi mengangkat kainnya sampai ke paha agar kainnya tersebut tidak basah. Celakanya, karena hal itu Panji Laras dan Panji Liris bisa melihat bahwa ternyata kaki Dewi Andansari dan Dewi Andanwangi ternyata berbulu lebat seperti bulu kuda. Sehingga Panji Laras dan Panji Liris menolak untuk menikahi Dewi Andansari dan Dewi Andanwangi serta meminta agar rencana pernikahan tersebut dibatalkan saja.
Mendengar hal tersebut sontak Dewi Andansari dan Dewi Andanwangi merasa terhina dan malu sehingga mereka melakukan bunuh diri saat itu juga dihadapan Panji Laras dan Panji Liris. Melihat junjungan mereka dihina dan dipermalukan sehingga sampai bunuh diri, orang-orang Kediri itu akhirnya menjadi sangat marah dan ingin membunuh Panji Laras dan Panji Liris, sehingga perang pun tak bisa terhindarkan lagi.
Melihat nyawa Panji Laras dan Panji Liris dalam bahaya, maka Ki Patih Mbah Sabilan berjuang mati-matian untuk melindungi mereka, sehingga akhirnya Ki Patih Mbah Sabilan harus tewas dalam rangka melindungi nyawa Panji Laras dan Panji Liris. Setelah patihnya tewas, orang-orang Lamongan pun semakin terdesak dan akhirnya Panji Laras dan Panji Liris pun ikut tewas tanpa diketahui jenazahnya.
Tidak puas hanya menewaskan Ki Patih Mbah Sabilan serta Panji Laras dan Panji Liris, orang-orang Kediri itu pun semakin merangsek maju bahkan sampai ke pendopo kadipaten. Dalam pertempuran di pendopo kadipaten tersebut, Bupati Lamongan ikut gugur. Namun sebelum menghembuskan nafasnya yang terakhir, Bupati Lamongan sempat berpesan agar nanti anak cucunya tidak boleh menikah dengan orang Kediri.
***********************
Note: Sebenarnya kisah Panji Laras dan Panji Liris ini ada dua versi, ada yang mengatakan bahwa Dewi Andansari dan Dewi Andanwangi berasal dari Kertosono Nganjuk ada yang meyakini berasal dari Kediri.
Ada juga versi yang mengatakan bahwa Dewi Andansari dan Dewi Andanwangi mengangkat kainnya saat dia turun dari perahu.
Saat ini bukti-bukti kejadian tersebut berupa gentong air dan alas tikar yang terbuat dari batu masih ada di halaman depan Masjid Agung Lamongan.
Jenazah Ki Patih Mbah Sabilan di makamkan di Kelurahan Temenggungan, sedangkan tempat dia tewas sekarang dinamakan Kinameng yang di ambil dari kata tameng yang berarti pelindung.
Di Lamongan terdapat jalan yang dinamakan Jalan Laras Liris serta Jalan Andanwangi serta Jalan Andansari.
Adanya kisah ini menjadikan sebuah adat di Lamongan bahwa dalam sebuah pernikahan maka pihak si wanita yang harus melamar pada pihak pria.
Karena kisah ini, di Lamongan terdapat anggapan bahwa orang Lamongan (terutama yang pria) dilarang untuk menikah dengan orang Kediri.
Kisah ini sebagai hadiah kepada dua orang temanku anak Kediri dan Lamongan yang akan menikah bulan depan.