BAB I
PENDAHULUAN
       1.1  Latar Belakang
Pernikahan  merupakan pintu gerbang untuk memasuki kehidupan baru yang sah menurut  kaca mata agama islam bagi pria dan wanita. Pernikahan bagi masyarakat  jawa sendiri diyakini sebagai sesuatu yang sakral, sehingga diharapkan  dalam menjalaninya cukup sekali dalam seumur hidup. Kebiasan dan budaya memang tidak pernah lepas dari kehidupan masyarakat  disamping berhubungan orang lain, masyarakat juga berhubungan dengan  namanya budaya. Hubungan ini tidak dapat dipisahkan karena budaya itu  sendiri tumbuh dan berkembang didalam ruang lingkup kehidupan  masyarakat. Tiap masyarakat pasti punya tradisi atau budaya  sendiri-sendiri. Adapun tradisi yang sebagian dilakukan oleh masyarakat  Ds. Maduran Kec. Maduran Kab. Lamongan sebelum dilangsungkannya  perkawinan  untuk mengusir ketakutan dan kekhawatiran sebelum menuju  jenjang perkawinan adalah memingit mempelai sebelum hari H.  Pingitan adalah proses mempersiapkan diri mempelai untuk memasuki dunia  yang bernama Rumah Tangga. Masa-masa menjelang pernikahan merupakan masa  kritis bagi calon mempelai. Maka dari itu calon mempelai dilarang  kemana-mana, maksudnya adalah agar pengantin aman terpantau dan segar  bugar. Peneliti pun menentukan judul yang sesuai yaitu “ TRADISI PINGITAN DI DESA MADURAN KAB. LAMONGAN “. 
        1.2  Rumusan Masalah
a.       Apa pengertian pingit pengantin ?
b.      Bagaimana prosesi “pingit pengantin” yang dilakukan oleh masyarakat Desa Maduran ?
c.       Bagaimana pandangan masyarakat Desa Maduran terhadap “pingit pengantin”?
        1.3  Tujuan Penelitian
-          Untuk mengetahui prosesi pingit pengantin itu sendiri
-          Untuk mengetahui pandangan masyarakat terhadap pingit pengantin
-          Untuk menyingkapi hal-hal dimasyarakat terhadap realitas kultur yang berkaitan dengan ajaran islam.
           1.4  Sistematika Penulisan
Sistematika  pembahasan adalah serangkaian urutan yang terdiri dari beberapa uraian  yang mengenai suatu pembahasan dalam karangan ilmiah atau penelitian.  Berkaitan dengan penelitian ini, secara keseluruhan dalam pembahasan  terdiri dari empat bab :
BAB I PENDAHULUAN,  dalam bab ini akan dijelaskan secara singkat tentang tradisi “pingit pengantin” yang berada di Desa Maduran Kecamatan Maduran Kabupaten Lamongan. Latar  belakang ini berguna untuk memberikan gambaran kepada pembaca dan  memberikan penilain tentang objek penelitian layak untuk diteliti atau  tidak. Setelah itu memberikan gambaran lewat pertanyaan – pertanyaan  yang tidak terlepas dari esensi judul dan ini dinamakan Rumusan Masalah.  Setelah itu menjelaskan tentang Tujuan Penelitian, hal ini dimaksudkan  agar dalam melakukan penelitian, penelit tidak terlepas apa yang  ditujukan sebelumnya dan Tujuan Penelitian ini juga tidak terlepas pada  Rumusan Masalah.
BAB II KERANGKA TEORI, dalam bab ini akan dijelaskan secara mendalam tentang tradisi “pingit pengantin” tersebut. Dimana akan dijelaskan definisi “pingit pengantin”, prosesi “pingit pengantin”, islam dan tradisi terseebut. Semua pembahasan ini berlandaskan teori yang ada.
BAB III PEMBAHASAN/ LAPORAN HASIL OBSERVASI, dalam  bab ini berisikan laporan hasil penelitian, untuk mencapai hasil yang  sempurna maka penulis akan menjelaskan tentang hasil observasi tersebut  yang mana berisikan tentang Sejarah Desa, Sejarah Asal Usul Kebudayaan,  Mitos yang Berkembang pada tradisi tersebut dan Penyajian Data yang  berisikan prosesi pingit pengantin dari daerah tersebut.
BAB IV PENUTUP, merupakan  rangkaian akhir dari sebuah penelitian. Pada bab ini berisikan  kesimpulan dan saran. Kesimpulan dimaksudkan sebagai hasil akhir dan  perbandingan dari penelitian itu sendiri. Sedangkan saran merupakan  harapan penulis kepada semua pihak agar penelitian yang dilakukan  penulis dapat memberikan kontribusi yang maksimal serta sebagai masukan  bagi akademisi.
BAB II
KERANGKA TEORI
2.1  Pengertian Pingit Pengantin
Sengkeran  atau Pingitan adalah proses mempersiapkan diri mempelai untuk memasuki  sebuah dunia yang bernama rumah tangga. Dipingit adalah istilah yang  diterapkan pada calon pengantin agar tidak kemana-mana maksudnya adalah  agar calon pengatin aman dan segar bugar. Pada dasarnya pingit pengantin  itu sama antara daerah satu dengan daerah yang lain, namun pada  pelaksanaannya saja yang berbeda.
2.2  Prosesi Pingit Pengantin Didaerah Lain
Prosesi  tradisi pingit pengantin di daerah – daerah lain mungkin ada kesamaan  dan mungkin juga ada perbedaan. Disini peneliti meberikan kemudahan  kepada pemabaca untuk membandingkan antara prosesi dari daerah satu  dengan daerah yang lainnya, yang antara lain :
a.       Proses Pingit Pengantin Adat Minahasa
Proses  pingit pengantin adat yang selama ini dilakukan di tanah Minahasa telah  mengalami penyesuaian seiring dengan perkembangan jaman. Misalnya  ketika proses perawatan calon pengantin serta acara "Posanan" (Pingitan)  tidak lagi dilakukan sebulan sebelum perkawinan, tapi sehari sebelum  perkawinan pada saat "Malam Gagaren" atau malam muda-mudi. Acara  mandi di pancuran air saat ini jelas tidak dapat dilaksanakan lagi,  karena tidak ada lagi pancuran air di kota-kota besar. Yang dapat  dilakukan saat ini adalah mandi adat "Lumelek" (menginjak batu) dan  "Bacoho" karena dilakukan di kamar mandi di rumah calon pengantin. Itu  semua merupakan perawatan yang di lakukan disaat calon pengantin  melakukan tradisi pingit pengantin.
b.      Proses Pingit Pengantin Kab. Blitar
Tradisi  kebudayaan yang masih hidup sampai sekarang yaitu tradisi pingit  pengantin yang mana merupakan rangkaian prosesi pernikahan adat jawa.  Tradisi ini terdapat di Ds. Gogo Deso Kec. Kanigoro Kab. Blitar. Dimana  yang sudah ditemukan pada penelitian sebelumnya menunjukan bahwa tidak  semua tata cara ini sesuai dengan islam, misalnya : ada tahap peningset,  sasrahan dan acara siraman disaat pingit pengantin tersebut. 
c.       Prosesi Pingit Pengantin di Solo
Saat-saat  menjelang perkawinan, bagi calon mempelai putri dilakukan 'pingitan'  atau 'sengkeran' selama lima hari, yang ada pada perkembangan  selanjutnya hanya cukup tiga hari saja. Selama itu calon mempelai putri  dilarang keluar rumah dan tidak boleh bertemu dengan calon  mempelai  putra. Seluruh tubuh pengantin putri dilulur dengan ramu-ramuan, dan  dianjurkan pula berpuasa. Tujuannya agar pada saat jadi pengantin nanti,  mempelai putri tampil cantik sehingga membuat pangling orang yang  menyaksikannya.
d.      Prosesi Pingit Pengantin di Betawi (Jakarta)
Sebelum diadakan akad nikah secara adat, terlebih dahulu harus dilakukan rangkaian pra-akad nikah yang terdiri dari : Acara mandiin calon pengatin wanita yang dilakukan sehari sebelum akad nikah.  Biasanya, sebelum acara siraman dimulai, mempelai wanita dipingit dulu  selama sebulan oleh dukun manten atau tukang kembang. Pada masa pingitan  itu, mempelai wanita akan dilulur dan berpuasa selama seminggu agar  pernikahannya kelak berjalan lancar.
2.3 Islam Dan Tradisi Pingit Pengantin
Manusia  diciptakan didunia disertai kebutuhan-kebutuhan yang harus dipenuhi.  Diantaranya yaitu kebutuhan biologis. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut,  manusia diciptakan secara berpasang-pasangan. Hal ini tercantum pada  surat Adz Dzariyaat ayat 49 : 
" Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah "
Allah  telah menciptakan semua yang ada dibumi dengan berpasang-pasangan.  Selayaknya laki – laki dan perempuan yang melakukan suatu prosesi  pernikahan dan menjadi suami istri yang sah. Hubungan yang paling  penting dalam kehidupan manusia, baik secara individu maupun kolektif  adalah hubungan suami istri. Hubungan ekonomi, politik atau social  senantiasa terbangun atas dasar hubungan ini karena hubungan suami istri  merupakan inti dari semua bentuk hubungan.  Islam  adalah agama yang sempurna. Agama islam banyak mengatur syariat dalam  kehidupan. Seperti halnya pernikahan yang dimana merupakan prosesi suci  yang dilakukan oleh hamba Allah. Perkawinan merupakan sebuah fase  peralihan kehidupan manusia dari masa remaja dan masa muda ke masa  berkeluarga. Peristiwa tersebut sangatlah penting dalam proses  intergrasi diri manusia di dalam alam semesta ini. Perkawinan merupakan  cara yang  dipilih Allah sebagai jalan bagi manusia untuk melakukan  hubungan seksual secara sah antara laki-laki dan perempuan serta cara  untuk mempertahankan keturunan. Islam sudah mengatur semua itu agar kehidupan masyarakat menjadi tentram. Pada prinsipnya perkawinan adalah ikatan lahir dan batin antara seorang  laki-laki dan perempuan untuk memenuhi tujuan hidup berumah tangga  sebagai suami istri yang dengan memenuhi syarat dan ruang yang telah  ditentukan oleh syariat islam. Tujuan pernikahan itu sendiri adalah untuk menciptakan ketentraman dan  ketenangan, untuk memperoleh ketenangan, untuk memenuhi kebutuhan  biologis dan untuk memperkokoh hubungan kelurga antar mertua dan  masyarakat sekitar.  Disinilah  harus ditanamkan rasa saling menghargai, mengasihi, menyayangi,  keikhlasan serta pengorbanan antara suami dan istri untuk mencapai  tujuan tersebut. Suami dan istri mempunyai peranan dasar yang harus  mereka jalankan. Tak ada seorang pun yang dapat melaksanakannya kecuali  mereka sendiri. Keduanya harus saling berbagi dan saling melengkapi  antara satu dengan yang lain. Pernikahan di Indonesia sangat beragam dan  tiap masyarakat pasti punya tradisi atau budaya sendiri-sendiri.  Seperti halnya sebelum pernikahan ada sebuah tradisi yang biasanya  dilakukan yaitu pingit pengantin. Dimana pingit pengantin ini bertujuan  untuk mempersiapkan calon pengantin pengantin untuk memasuki dunia baru  yang dinamakan rumah tangga. Seperti apa yang Allah jelaskan dalam Al-Qur’an pada surat Al-Ahzab (33) :  
 “  Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan  bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah  shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya.  Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, Hai  ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya ”. 
Wanita  dalam pingitan menunjukkan kemuliaan dan kesucian. Terdapat dalam  sejarah dari dulu hingga kemudian. Dalam pingitan malu menjadi hiasan.  Wajarlah bila ia menjadi primadona dan dambaan. Bukankah Allah ciptakan  bidadari surga dalam pingitan. Pingitan sendiri sangat dianjurkan islam  dan itu sudah ada dalam Al-Qur’an. 
BAB III
PEMBAHASAN/ LAPORAN HASIL OBSERVASI
3.1  Sejarah Desa
Disini  Desa yang saya buat penelitian yaitu Desa Maduran, dimana Desa Maduran  terletak di Kab. Lamongan. Mungkin nama Desa Maduran sangat asing  didengar ditelinga masyarakat luas. Tapi semua tidak berlaku pada  masyarakat Kab. Lamogan. Hal tersebut dikarenakan lokasi Desa Maduran  berada di Kab. Lamongan. Desa kecil yang masih asri yang dikelilingi  oleh sawah dan tambak serta dekat dengan bantaran sungai Bengawan Solo  ini  kaya akan hasil pertanian dan hasil tambaknya. Tanah yang subur  didesa ini sangat mendukung para petani dalam bercocok tanam. Tak hanya  kaya akan hasil agrarisnya tapi desa ini juga sangat penuh dengan  historis dan tradisi. Banyak tradisi yang masih kental didesa ini  seperti: tahlilan, iwak ngumbo, slametan hasil panen, tradisi sebelum  dan sesudah kelahiran dll. 
Desa  Maduran merupakan desa yang terletak dekat dengan bantaran sungai  Bengawan Solo. Jarak antara desa dengan Bengawan Solo kurang lebih 60  meter dan dibatasi dengan 2 tangkis sekaligus. Banyak cerita tentang  desa ini dari orang-orang pendahulu. Sungai Bengawan Solo mungkin bisa  menjadi saksi bisu awal mula desa ini. Nama Desa Maduran di ambil dari  cerita yang terkenal didesa kami yaitu : “ MBOK RONDO DADAPAN ” seorang  putri yang sangat elok dan disegani oleh rakyatnya. Pada waktu itu  beliau mengadakan perjalanan dan tidak sengaja singgah disebuah  desa  asing. Sang putri sangat senang dengan masyarakat desa tersebut. Hal  tersebut  dikarenakan masyarakat didesa tersebut amat senang membantu  dan memberikan apa yang mereka miliki pada pendatang termasuk sang  putri. 
Pada  waktu itu sang putri ingin melanjutkan perjalanannya setelah singgah  beberapa hari didesa asing tersebut. Disaat hendak ingin berangkat, ada  seorang penduduk yang ingin memberikan sesuatu untuk sang putri untuk  dijadikan bekal di perjalanan. Seorang penduduk tersebut membawa tong  minuman yang berisikan madu, dimana dia membawa beberapa tong yang  berisikan madu tersebut yang di taruh diatas gerobaknya. Dalam keadaan  terburu-buru dengan maksud agar sang putri tidak berangkat terlebih  dahulu, seorang penduduk tersebut mendorong gerobaknya dengan  cepat.  Sewaktu seorang penduduk hampir sampai ditempat persinggahan sang putri,  tanpa sengaja gerobak yang didorong dengan cepat tersebut menabrak batu  kecil sehingga gerobak tersebut oleng dan tong yang berisikan madu  tersebut tumpah berantakan di tanah. Pada waktu itu sang putri melihat  dengan mata kepalanya dengan jelas dan dia menyebutnya dengan Madu  Kelalaran yang artinya madu yang tercecer/ berantakan. Maka dari itu  disebutlah Desa Maduran yang kepanjangannya Madu Kelalaran. Hingga saat  ini desa tersebut dikenal dengan sebutan Desa “MADURAN”.
3.2  Sejarah Asal Usul Kebudayaan 
3.2.1 Sejarah 
Tradisi  pingitan yang berasal dari Ds. Maduran Kab. Lamongan ini sebagian masih  dilakukan oleh beberapa masyarakat sampai sekarang. Tinjauan historis  yang saya peroleh mencatat bahwa seorang gadis sampai usia 10 tahun  terutama dari golongan priyayi yang ada didesa ini merupakan saat-saat  kehidupan yang menyenangkan. Mereka leluasa bermain dengan teman dan  tempat yang mereka senangi dalam batas-batas tertentu. Pendidikan yang  mereka terima pada umumnya cukup dengan pelajaran agama. Kewajiban untuk  masuk sekolah belum ada, karena sekolah jumlahnya masih sangat sedikit  dan yang diutamakan adalah anak laki-laki. Pendidikan anak perempuan  menurut adat-istiadat lebih terikat kepada lingkungan rumah. Semua  kebebasan dan pendidikan yang dinikmati anak-anak gadis itu berakhir,  begitu ia menginjak dewasa dan menjelang pernikahan. 
Ukuran  dewasa bagi gadis-gadis remaja yang hidup di daerah tropis atau daerah  Lamongan ini sangat cepat, sekitar 10 sampai 12 tahun. Mulailah ia  dipersiapkan untuk kehidupan berkeluarga dengan memasuki dunia pingitan.  Pingitan adalah dunia wanita, dimana gadis-gadis kecil ini mulai  belajar bekerja. 
Bidang  pekerjaannya adalah membantu ibu mereka mengasuh dan mengurus adik-adik  mereka yang masih kecil, belajar memasak dan menjahit, serta  kecakapan-kecakapan lain yang perlu dimiliki oleh seorang ibu rumah  tangga. Rumah tangga adalah tiang masyarakat, dan masyarakat adalah  tiang Negara, sebab itu setiap wanita harus menjadi ibu yang baik dan  cakap dalam penanganan rumah tangga. Tradisi ini sudah ada pada zaman  keraton atau zaman kerajaan yang dimana kerajaan itu terletak di  Yogyakarta.
Pada  zaman keraton Yogyakarta yang dipimpin Sri Sultan Hamengkubuwono yang  pertama tradisi pingit pengantin ini sudah ada sejak zaman nenek moyang  mereka dan tradisi ini merupakan tradisi Jawa asli yang dijadikan  sebagai tradisi turun temurun. Pada zaman dahulu para pendatang dari  Yogyakarta dan Solo datang ke Desa Maduran Kec. Maduran Kab. Lamongan  dan membawa tradisi dan bahasa Jawa halus (krama inggil). Mereka tinggal  berdampingan bersama masyarakat Desa Maduran dan kemudian mereka  menikah dengan masyarakat Desa maduran tersebut. Dan disaat pernikahan  tersebut semua adat dari Yogyakarta dan Solo diterapkan di acara  pernikahan itu sehingga berbagai adat Jawa itu ada di Desa Maduran dan  merupakan tradisi turun temurun yang wajib dilestarikan sampai sekarang  selama itu tidak keluar dari ajaran islam. dan sebagaimana kata  orang-orang pendahulu bahwa Wanita dalam pingitan menunjukkan kemuliaan  dan kesucian. 
3.2.2 Pandangan Masyarakat Terhadap Tradisi Pingit Pengantin
Menurut  data yang diperoleh peniliti dari beberapa informan ini adalah  Pandangan masyarakat Desa Maduran Kec. Maduran Kab. Lamongan hterhadap  tradisi “Pingit Pengantin” tidak wajib dilaksanakan dan boleh  digunakan untuk menjaga calon pengantin dan persiapan diri bagi calon  pengantin menuju hari pernikahannya. Karena dalam kaedah fiqh dijelaskan  bahwasanya suatu tradisi bisa sebagai hujjah yang wajib dikerjakan jika  tradisi itu digunakan oleh kebanyakan orang. Tradisi “pingit pengantin” ini termasuk Urf Shahih yakni tata cara/ tradisi yang baik dan dapat  diterima karena tidak bertentangan dengan syara’. Atau kebiasaan yang  berlaku ditengah-tengah masyarakat yang tidak bertentangan dengan nash  (ayat Al-Qur’an dan Hadits), tidak menghilangkan kemaslahatan mereka.  Dan tidak pula membawa mudharat kepada mereka.
3.3  Mitos Yang Berkembang
Mitos  yang berkembang di tradisi ini sangat unik. Nah, kenapa mereka tidak  boleh keluar rumah? Menurut mitos, alasannya karena mereka memiliki  ‘darah manis’ (atau darah manisan kata orang Banjar). Katanya orang yang  mau menikah itu rentan terhadap marabahaya. Menurut kepercayaan jawa  kuno banyak sarap, sawan, dan sambekala (penyakit yang tidak kelihatan)  atau hal yang mencemaskan dan berbagai halangan sehingga pada sebagian  masyarakat, ketika calon pengantin dipingit, juga dianjurkan minum “  jamu sawanan ” agar terhindar dari berbagai halangan, kecemasan, dan  aneka penyakit.  Sebenarnya  musibah itun bisa terjadi kapan saja, dimana saja, dan kepada siapa  saja. Baik kepada orang yang baru lahir, mau menikah, atau yang sudah  tua, bisa saja kena musibah. Masalah mereka punya ‘darah manis’ atau  darah pahit, saya selaku peneliti juga tidak tahu dengan pasti, Tapi  peneliti ambil baiknya saja, mungkin dengan mengurung diri di rumah atau  keluar rumah dengan jarak pendek, probabilitas batalnya pernikahan bisa  diminimalkan.
3.4  Penyajian Data
Pada  dasarnya masyarakat adalah sekumpulan manusia yang saling membutuhkan,  karena manusia itu sendiri memiliki sifat social. Pola perilaku ini  merupakan salah satu cara masyarakat bertindak atau berkelakuan yang  sama dan harus diikuti oleh anggota masyarakat yang kemudian diakui dan  mungkin diikuti orang lain. 
Menurut  data yang saya peroleh dari hasil observasi saya. Masa – masa menjelang  pernikahan memang sangat kritis, banyak kecemasan dan kekhawatiran  melanda masyarakat. Bisa jadi rencana yang telah direncanakan itu hancur  gara sebuah masalah yang terjadi dan menurut orang jawa  tradisi pingit  pengantin itu harus dilakukan pada serangkaian pernikahan adat jawa. 
Tradisi  pingitan oleh masyarakat Desa Maduran Kec. Maduran Kab. Lamongan,  seorang perempuan yang akan dinikahkan itu terlebih dahulu dipingit. Prosesi  pingitan itu sendiri dilakukan setelah calon pengantin laki – laki  melamar calon pengantin perempuan, jadi pingitan itu sendiri dilakukan  setelah prosesi lamaran. Tradisi mengkarantinakan mempelai pengantin  (biasanya perempuan) sebulan sebelum pernikahan. 
Maksudnya  dipingit disini bukan berarti si calon pengatin itu hanya bertapa atau  berdiam diri, tapi si calon pengantin tersebut harus melakukan perawatan tubuh dan kulit agar disaat hari pernikahan nanti si calon pengantin tersebut terlihat sehat dan bugar (fresh).  Tidak hanya merawat diri saja dalam prosesi ini calon pengantin  hendaknya banyak melakukan dzikir dan berdoa kepada Tuhan agar tidak  terjadi apapun terhadapnya hingga hari pernikahan nanti. Selain itu  prosesi ini juga agar calon pengantin sehat dan tidak terserang penyakit  serta agar siap mentalnya disaat hari H. Melakukan perawatan tubuh dan  kulit. Dan juga untuk menjaga agar calon mempelai tidak melarikan diri.  macam ada yang satu bulan, satu minggu sebelum perkawinan dilangsungkan.  
BAB IV
PENUTUP
       4.1  KESIMPULAN
·         Tradisi  yang sebagian dilakukan oleh masyarakat Ds. Maduran Kec. Maduran Kab.  Lamongan sebelum dilangsungkannya perkawinan  untuk mengusir ketakutan  dan kekhawatiran sebelum menuju jenjang perkawinan adalah memingit mempelai sebelum hari H. 
·         Pingitan  adalah proses mempersiapkan diri mempelai untuk memasuki dunia yang  bernama Rumah Tangga. Masa-masa menjelang pernikahan merupakan masa  kritis bagi calon mempelai. Maka dari itu calon mempelai dilarang  kemana-mana, maksudnya adalah agar pengantin aman terpantau dan segar  bugar.
·         Islam sangat menganjurkan tradisi “pingit pengantin”  Seperti apa yang Allah jelaskan dalam Al-Qur’an pada surat Al-Ahzab ayat 33.
·         Pingitan  sudah menjadi tradisi Jawa asli. Dan sudah ada pada zaman keraton  Yogyakarta, tradisi pingit pengantin juga menjadi tradisi turun temurun  sejak zaman nenek moyang.
·         Pandangan masyarakat terhadap tradisi “pingit pengantin”  tidak wajib dilaksanakan dan boleh digunakan untuk menjaga calon  pengantin dan untuk persiapan diri bagi calon pengantin menuju hari  pernikahannya. Dan selama itu tidak membawa mudharat kepada mereka.
·         Asal mula Desa Maduran berasal dari kata MADU KELALARAN yang berarti madu tercecer atau tumpah ditanah.
      4.2  SARAN
Adapun saran yang bisa penulis berikan :
1.   Kepada semua pembaca bila mendapat kekeliruan dalam makalah ini harap bisa meluruskannya.
2.   Untuk  supaya bisa membaca kembali literatur-literatur yang berkenaan dengan  pembahasan ini sehingga diharapkan akan bisa lebih menyempurnakan  kembali pembahasan materi dalam makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Khalil Ahmad,2008. Islam Jawa Sufisme dalam Etika dan Tradisi Jawa, Malang : UIN-MALANG PRESS
Handayani S. Christina, dan Novianto Ardhian, 2004. Kuasa Wanita Jawa, Yogyakarta : PT. LKiS Pelangi Aksara
Yaljan Miqdad, 2007. Potret Rumah Tangga Islam, Jakarta : Qisthi Press
Khafaji Abdul Halim, 2008. Belajar Rumah Tangga kepada Nabi, Solo : PT. AQWAM MEDIA PROFETIKA
Mufida, 2008. Psikologi Keluarga Islam Berwawasan Gender, Malang : UIN-MALANG PRESS
Sholikhin Muhammad, 2010. Ritual dan Tradisi Islam Jawa, Yogyakarta : NARASI
Sulaiman Rasjid, 1987. Fiqh Islam, Bandung: Sinar Baru
http://hijau-lumut.blogspot.com/2009/02/waktu-liburan-kemarin-saya-iseng-buka.html
http://terasimaji.blogspot.com/2010/07/pingit.html
http://infopengantin.blogspot.com/2010/03/rangkaian-upacara-adat-pengantin-jawa.html
http://pernikahanadat.blogspot.com/2010/01/pernikahan-adat-betawi.html